3.
MITOS
Mitos
Melempar Rokok
WARGA
Bandung, khususnya yang bermukim di Bandung Utara, pasti mengenal tanjakan Emen
di Kab. Subang. Jalan menanjak dari arah Subang yang dimulai sebelum mulut
jalan ke pintu objek wisata air panas Ciater hingga mulut jalan objek wisata
Gunung Tangkubanparahu ini terkenal sebagai tanjakan maut.
Kata "Emen" menjadi legenda di
kalangan sopir atau warga sekitar. Kenapa tanjakan ini diselimuti mitos?
Kecelakaan yang hampir terjadi setiap tahun membuat tanjakan yang mempunyai
elevasi 59 derajat ini "ditakuti" pengemudi kendaraan.
Dulu, pada siang hari situasi di sekitar
tanjakan Emen memang sepi. Pada malam hari, suasananya menjadi agak mencekam
karena ada bau belerang yang menyengat. Suasana semakin dramatis karena
tanjakan Emen diapit lembah, bukit, dan perkebunan teh yang banyak ditumbuhi
pohon cemara.
Mitos yang menyelimuti tanjakan Emen menyebar
dari mulut ke mulut. Ada berbagai versi yang berkembang di masyarakat sekitar.
Menurut warga, Emen adalah nama seorang pria yang menjadi korban tabrak lari.
Mayat Emen oleh penabraknya disembunyikan di rimbun pepohonan di lokasi yang
sekarang disebut tanjakan Emen. Sejak saat itu, arwah Emen mengganggu siapa
saja yang lewat di tanjakan itu.
Versi lain menyebutkan, Emen adalah seorang
sopir pemberani yang biasa mengemudikan oplet jurusan Bandung-Subang. Konon
saat itu, Emen dikenal sebagai satu-satunya sopir yang berani mengemudikan
kendaraan pada malam hari. Tahun 1964, ketika mengangkut ikan asin dari Pasar
Ciroyom, Kota Bandung menuju Kab. Subang, kendaraannya terbalik dan terbakar.
Nahas bagi Emen, dia terbakar hidup-hidup hingga tewas.
Lempar
puntung
Setelah kejadian itu, petaka sering terjadi di
tanjakan Emen. Kejadian rem blong, bus tergelincir, dan kendaraan terperosok
kerap terjadi di jalur ini. Begitu juga menurut pengakuan warga,
kejadian-kejadian aneh seperti mogok disertai kesurupan sering dialami sopir
atau penumpangnya. Anehnya, kendaraan yang mogok terjadi apabila seseorang yang
melalui jalan itu bersikap sompral dan sombong.
Masih menurut penuturan warga, kejadian itu
hilang begitu saja ketika sebatang rokok dinyalakan dan dilempar ke pinggir
jalan sebagai simbol memberikan rokok kepada arwah Emen. Konon, Emen amat
gandrung merokok saat mengemudi.
Penyebab kecelakaan ini sebenarnya posisi
turunan atau tanjakan Emen terbilang cukup ekstrem. Dengan kemiringan sekitar
45-50 derajat sepanjang kurang lebih 2-3 km, jalan ini memiliki tikungan tajam,
sehingga memaksa sopir piawai dan ekstra hati-hati memegang kemudi.
Kini tanjakan Emen telah diperlebar, dua jalur
menanjak dan satu lajur menurun. Dua lajur menanjak memberi kesempatan bagi
pengemudi berkonsentrasi menjaga laju kendaraannya saat mendaki. Sementara satu
lajur menurun agar pengemudi tetap berhati-hati menjaga keseimbangan gas dan
rem supaya mobil tetap terkendali.
Suasana di sepanjang tanjakan pun sudah tidak
sesunyi dulu. Selain ramai penjaja makanan, bengkel darurat pun tersedia,
seperti servis kopling, rem, bensin, dan tambal ban.
Tiga
tahun terakhir
Tanjakan
Emen memang dikenal sebagai daerah angker bahkan sempat mendapat julukan
"jalur tengkorak" sebelum diperlebar jalannya menjadi tiga lajur
mulai dari gerbang Hotel Grasia hingga gerbang Tangkubanparahu atau sepanjang
10 kilometer.
Semenjak
diperlebar kecelakaan berkurang kecuali yang diakibatkan oleh faktor kendaraan
atau kekurang hati-hatian dengan tidak mengubah perseneling ke rendah.
Tahun
2010 praktis tidak ada kejadian yang luar biasa dan hanya kerusakan kendaraan
atau luka ringan dialami oleh truk dan sepeda motor, kecuali pada tahun 2009
pada bulan September di TKP yang sama bus pariwisata PO Parahyangan nopol B
7123 YK yang dikemudikan oleh Sukardi (37) berpenumpang 37 orang terguling
setelah sebelumnya menabrak sedan Timor nopol D 1316 TC warna merah yang ada
didepannya hingga menewaskan 8 orang.
SUMBER: www.google.co.id
SUMBER: www.google.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar